Karakterisasi Nanomaterial

Posted: June 14, 2010 in Nanoteknologi

Terdapat beberapa macam alat untuk mengkarakterisasi material yang berukuran nanometer. Mikroskop cahaya tidak dapat digunakan untuk mengkarakterisasi material yang berukuran nanometer. Hal ini dikarenakan panjang gelombang cahaya tampak yang digunakan pada mikroskop cahaya memiliki panjang gelombang yang lebih besar daripada dimensi sistem yang diamati. Seperti yang diketahui bahwa panjang gelombang cahaya tampak sekitar 400-700 nm. Oleh karena itu, mikroskop cahaya tidak bisa mengamati sistem yang berukuran nanometer.

Di bawah ini terdapat beberapa macam alat pengkarakterisasi nanomaterial :

1) SEM (scanning electron microscopy)

Peralatan SEM ini dapat ditunjukkan seperti pada gambar di bawah ini :

SEM merupakan alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi nanomaterial. Beberapa hal yang dikarakterisasi yaitu permukaan material tersebut. Jadi, setelah material diamati dengan SEM ini maka akan diperoleh bagaimana bentuk permukaan material tersebut.

Lalu bagaimana prinsip kerja SEM?

Pada SEM, permukaan material ditembaki dengan berkas elektron berenergi tinggi. Elektron berenergi tinggi ini memiliki panjang gelombang yang sangat pendek yang bersesuaian dengan panjang gelombang de Broglie. Proses ini mengakibatkan adanya elektron yang dipantulkan atau dihasilkannya elektron sekunder. Elektron yang dipantulkan diterima oleh detektor. Lalu hasil yang diterima diolah oleh program dalam komputer.

Ada beberapa syarat pada material yang dikarakterisasi dengan SEM ini. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa detektor mendeteksi elektron yang dipantulkan atau elektron sekunder yang dihasilkan oleh material, maka sifat ini dimiliki oleh material yang berjenis logam. Jika material yang bersifat isolator dikarakterisasi dengan SEM, maka hasilnya akan kabur dan mungkin akan hitam. Lalu bagaimana mengkarakterisasi material isolator?

Hal ini dapat dilakukan dengan melapisi isolator tersebut dengan logam. Proses pelapisan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan proses evaporasi atau proses sputtering.

Pada proses evaporasi, logam dipanaskan lalu menguap. uap logam ini menempel di atas material isolator. Tebal lapisan diatur dengan mengatur waktu evaporasi.

Sedangkan pada proses sputtering, logam ditembaki dengan ion gas. Hal ini menyebabkan atom-atom logam menjadi terlepas lalu menempel pada material isolator.

Skema dari SEM dapat ditunjukkan pada gambar berikut :

http://www.lifesci.sussex.ac.uk/sem/images/sem%20diagramme.jpg

Pengkarakterisasian dengan SEM ini tidak boleh terlalu lama. Karena berkas elektron energi tinggi yang digunakan akan menyebabkan atom-atom material menjadi terlepas sehingga material akan menjadi rusak.

2) TEM (Transmission Electron Microscopy)

Berikut ini merupakan gambar tentang TEM :

http://www.nims.go.jp/htm21/MA/tem.jpg

Sama seperti SEM, TEM juga digunakan untuk mengkarakterisasi suatu material, biasanya untuk material berukuran nanometer. Namun TEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada SEM. Malah, High Resolutin TEM (HR-TEM) dapat menentukan lokasi atom-atom dalam material. Cara kerjanya pun sangat mirip dengan prinsip Rontgen dalam kedokteran.

Seperti yang kita ketahui bahwa pada prinsip Rontgen, sinar-x disalurkan ke dalam tubuh. Lalu ada sinar-x yang mengenai tulang dan ada yang tidak mengenai tulang. Pada bagian belakang tubuh dipasangkan semacam detektor untuk menerima sinar-x yang diteruskan setelah melewati tubuh. Ketika sinar-x mengenai tulang, maka ada sinar-x yang tidak diteruskan sehingga menghasilkan bayangan tulang.

Sama seperti prinsip Rontgen, pada TEM digunakan berkas elektron energi tinggi kepada material tipis. Material tersebut harus tipis agar elektron dapat menembus material. Bagian yang keras dari material akan menyebabkan sedikitnya berkas elektron yang diteruskan. Lalu semua hasilnya diolah melalui program komputer.

Berikut ini skema perbedaan antara SEM dan TEM :

http://www.vcbio.science.ru.nl/images/TEM-SEM-electron-beam.jpg

3) AFM (Atomic Force Microscopy)

AFM terdiri atas beberapa perangkat seperti tip, cantilever, sensor piezoelectric, dan photodetector. Tip merupakan jarum runcing yang digunakan untuk mengkarakterisasi material. Berikut ini merupakan gambaran tentang tip dan cantilever :

http://home.iitk.ac.in/~vajpaisk/AS-AFM.jpg

Sedangkan berikut adalah gambaran tentang AFM :

http://www.farmfak.uu.se/farm/farmfyskem-web/instrumentation/images/afm.gif

Berdasarkan namanya, AFM merupakan alat pengkarakterisasi material dengan menggunakan gaya atom antar tip dan substrat. Selama mengkarakterisasi material, tip digerakkan sepanjang permukaan material. Hal ini menyebabkan kemiringan cantilever berubah-ubah.  Perubahan kemiringan ini akan memberikan informasi kedalaman dan tekstur permukaan benda.  Biasanya bagian ke arah normal lebih teliti daripada ke arah samping. Kekurangtelitian ke arah samping diakibatkan ukuran tip lebih besar daripada beberapa bagian material.

Kemiringan cantilever juga dideteksi dengan photodetector. Jadi, sinar laser diberikan ke cantilever lalu diterima oleh detektor. Lalu sinar laser yang sudah dideteksi oleh detektor akan memberikan kemiringan cantilever.

Sumber : Pengantar Nanosains, Dr. Mikrajuddin Abdullah, M.Si

Leave a comment